Saut Situmorang Bangkitkan Solidaritas HMI Se-Indonesia

Oleh: Muhammad Farhan Mahasiswa Semester VI Jurusan Hukum Pidana Fakuktas Hukum UIR

MetroRakyat.com I Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat ini kembali dapat cobaan ketika banyak angin menerjang salah satunya adalah yang dilayangkan oleh wakil ketua komisi pemberantasan Korupsi (KPK) saut situmorang yang menjadi Nara Sumber “Harga Sebuah Perkara”di salah satu stasion Tv Nasional, Kamis 5 mei 2016.
Pernyataan itu dianggap tendensius, bersifat politis dan mematikan karakter aktivis HMI yang notabenenya organisasi Muslim Indonesia.
Sebagaimana pernyataan Saut saat menjadi nara sumber “Orang baik di negara ini menjadi jahat ketika menjabat. Saya selalu bilang, kalau di HMI ini minimal LK-1, lulus, mereka pintar. Tetapi ketika mereka sudah menjabat, dia menjadi jahat, curang.” Kata dia kurang lebih begitu.
Pernyataan inilah yang menbuat kader-kader Hmi dan kahmi Indonesia tidak terima mengetahui saut situmorang merupakan Wakil ketua Kpk yang seharusnya mengajak semua lini untuk dapat bersama-sama memerangi korupsi bukan memberikan pernyataan kebencian pada satu kelompok sehingga membangun opini negatif kepada publik mengenai HMI.
Agar tidak terkesan saya membela Hmi secara sistematis maka saya memulai dari hal negatif pernyataan yang di arahkan saut situmorang kepada kader Hmi. Isu-isu dan dinamika organisasi ekstra kampus (Baca; Politik idealis kampus).
Banyak yang disajikan kepada publik merupakan seorang aktor Hmi berbicara mewakili Hmi bukan lagi struktural, padahal masih banyak lagi kader Hmi yang rutinitas melakukan kontribusi pada masyarakat dengan gagasan maupun intelektual, kembali lagi pendidikan kader Hmi LK 1. Lk 2 dan Lk 3.
Seharusnya menjadi tanggung Jawab (BPL) dan Korp Alumni HMI (kahmi). Agar dapat menepis semua isu yang masuk kepada Hmi mengenai persoalan kaderisasi secara internal ataupun eksternal. Maka dari itu asumsi yang diberikan harus ada penjelasan bahwa bukan Semua Kader LK1 Hmi. Ada beberapa kader HMI yang terkena kasus korupsi. Penegasan bahwa tidak semua kader HMI melaksanakan perbuatan korupsi yang menjadi musuh bersama Indonesia sejak dulu.
Pemikiran yang tidak dianalisis secara persial mengakibatkan klaim yang sangat dalam sehingga membuat pemahaman masyarakat akan HMI tercoreng. Sama dengan logika berfikir yang disajikan ke masyarakat sangat liar.
Artinya jika dicontohkan nama si A menjadi teroris maka semua yang nama A merupakan teroris. Logika yang disuguhkan kepada publik merupakan “kebencian” bukan kebenaran.
Pemahaman akan sejarah kontribusi aktif HMI mengabdi untuk umat dan bangsa (Baca; Sejarah HMI). Organisasi yang digagas oleh Lafran Pane beserta Kartono Zarkasy (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang), Siti Zainah (Palembang), Maisaroh Hilal (cucu pendiri Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan, Singapura), Soewali (Jember), Yusdi Gozali (Semarang, juga pendiri PII), M. Anwar (Malang), Hasan Basri (Surakarta), Marwan (Bengkulu), Tayeb Razak (Jakarta), Toha Mashudi (Malang), Bidron Hadi (Kauman-Yogyakarta), Sulkarnaen (Bengkulu), dan Mansyur; Deklarasi pendirian HMI yang dilakukan Lafran Pane bersama 14 teman perjuangannya pada 5 Februari tahun 1947 membawa semangat pembaharuan dan sebuah komitmen besar tentang Islam dan ke-Indonesiaan.
Komitmen bersama untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Hingga saat ini banyak regenerasi pejuang umat yang dahulunya berjuang ketika masih menempah ilmu saat menjadi mahasiswa tetap komitmen akan idealisme untuk mengawal negara ini menjadi lebih maju dan tidak sedikit kader Hmi yang berada di legislatif, eksekutif, yudikatif, ulama, cendikiawan, pengusaha dan lainnya.
Pernyataan Saut Situmorang secara positif telah membuat HMI bersatu padu baik secara ideologi maupun secara himpunan. Persoalan yang dilayangkan oleh Saut ini kepada kader Hmi untuk intropeksi secara individual bukan secara struktural. Dalam Basic Training (Latihan Kader I), Intermediate Training (Latihan Kader II) dan Advance Training (Latihan Kader III) mengajarkan nilai yang baik, kembali lagi pada persoalan individu yang melenceng yang melaksanakan korupsi.
Ini bukan salah struktural tapi merupakan persoalan individu maka dari itu kembali kepada individu setiap kader.
Kita harus berterima kasih kepada Saut Situmorang, pernyataanya telah membuat HMI bersatu padu untuk bersama-sama bergerak untuk berbuat bagi umat dan bangsa, dari gerakan HMI yang selama tercerai-berai.
Sebagai pejabat publik kode etik yang dilanggar Saut menjadi kerugian bagi KPK, seorang Wakil Pimpinan KPK yang ucapan stigmatis bukan analitis, makanya kita melihat Saut malam itu seperti pengamat yang berbicara ideologis sesuai dengan kepentingannya, bukan sebagai pimpinan KPK yang kita hormati membaca sesuatu secara netral.
Perlu diketahui bahwa tujuan HMI terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhai oleh Allah SWT.
Pak Saut Situmorang telah mencederai marwah HMI melalui pernyataannya dengan menyebut kader HMI yang lulus pengkaderan minimal LK I korupsi dan sangat jahat. Statement itu merugikan lembaga dan mencederai demokrasi bahkan membawa keburukan citra HMI bagi kader dan alumni yang berkiprah dalam berbagai profesi, perlu diketahui bahwa pernyataan ditujukan pada organisasi atau kelompok seperti Hmi. Maka pernyataan yang dilayangkan Saut dianggap memasuki wilayah Sara yang sensitif.
Perilaku tidak etis dan tidak bijak ini tentu akan dicatat masyarakat. Karenanya wajar jika para alumni HMI dan semua pihak yang ingin menjaga kerukunan nasional memprotesnya.
Karena pak Saut selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi hanya menyatakan Hmi tidak dengan organisasi lainya, tentu saja akan berbuntut panjang karena telah menciderai hati setiap kader HMI seluruhnya. Pak Saut harus lebih banyak membaca sejarah Hmi, kontribusi Hmi pada Indonesia dan tokoh-tokoh Hmi berperan penting menjaga nilai keumatan kebangsaan yang duduk bersama dengan kesatuan Pancasila.(*)