Alasan Tidak Ada Pasien, RSU Prof. Dr.Boloni Tidak Mampu Bayar Pensiun Eks Karyawan

MetroRakyat.com | MEDAN – Parulian Saragih (55), Eks perawat yang telah mengabdi di Rumah Sakit Prof. Dr.Boloni Jalan Mongonsidi Medan, terpaksa menahan kekesalan, akibat dipensiunkan tanpa ada mendapatkan pesangon dari manajemen Rumah Sakit Umum (RSU)Prof. Dr.Boloni Medan.
Sesuai keterangan yang didapat wartawan dari kuasa hukum Parulian Saragih, Andrey Agam, SH saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan komisi B DPRD Medan menjelaskan, bahwa kliennya tersebut telah bekerja sejak tanggal 1 April 1994 s/d 5 Oktober 2015 di rumah sakit yang dahulunya bernama RSU Mongonsidi dan saat ini telah berubah nama menjadi RSU Prof. Dr.Boloni. Senin,(9/5)
Namun karena faktor umur akhirnya pihak rumah sakit mem PHK Parulian Saragih karena masa kerja memasuki usia pensiun. ” Seharusnya sesuai peraturan dan Undang-Undang tenaga kerja No.13 Tahun 2013 tentang Ketenaga kerjaan sesuai pasal 156 ayat 1, dan pasal 167 ayat 5, maka pemberi kerja wajib memberikan uang pesangon 2 kali ketentuan, jika tidak maka ancaman pidana paling minim 1 tahun dan paling lama 5 tahun penjara atau denda sebesar Rp.100 juta.” Kata Agam selaku kuasa hukum dari Parulian Saragih.
Sementara Komisi B DPRD Medan yang dipimpin oleh wakil ketua komisi B, Ratna Sitepu, SH didampingi anggota komisi B lainnya, H.Bahrumsyah, Drs.Wong Chun Sen, Maruli Tua Tarigan, dan Hendrik Halomoan Sitompul, setelah mendengarkan kronologis yang dibacakan oleh kuasa hukum dari Parulian Saragih mengatakan agar pihak rumah sakit umum Prof.Dr.Boloni memakai hati nurani, dan membayarkan pesangon eks karyawannya tersebut.
“Pihak rumah sakit Boloni seharusnya memakai hati nurani, karena karyawan nya telah bekerja selama 21 Tahun dan kemungkinan selama ini telah banyak memberikan kontribusi bagi pihak rumah sakit. Namun karena usia telah memasuki pensiu, sudah seharusnya rumah sakit memberikan pensiun kepadanya sesuai undang-undang yang berlaku.” Terang Ratna dari partai Hanura.
Bahrumsyah dari Fraksi PAN pada kesempatan tersebut mengatakan pihak rumah sakit Dr.Boloni dan karyawan seharusnya mengingat masa kenangan indah dahulu saat masih bekerja di rumah sakit tersebut. Dengan harapan karena permasalahan tersebut merupakan masalah internal yang tidak dapat solusinya, sehingga sampai ke Disnaker dan DPRD Medan.
“Ada baiknya permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan, silahkan setelah ini bertemu kembali untuk membicarakannya. Kami selaku DPRD Komisi B hanya mampu melakukan mediasi dan tidak sebagai penentu keputusan, namun kami bisa memberikan presure kepada pihak ruah sakit agar secara berhati mulia membayarkan hak-hak karyawannya.” Kata Bahrumsyah.
Sementara itu, dari pihak Disnaker Kota Medan, Jhon Rumapea mengatakan masih menunggu kebijakan dari pihak Rumah Sakit Boloni, namun jika tidak ditemukan lagi kesepakatan pada kedua belah pihak maka, akan melakukan hal preventif dan low imforcement. ” Kami juga punya sikap, jika rumah sakit tidak ada sikap pasti terkait realisasinya, maka Disnaker akan mengeluarkan sanksi sesuai peraturan dan undang-undang sesuai dengan nota pemeriksaan.” Tegas Jhon.
Ditambahkannya, sampai saat ini pihak RSU Prof.Dr.Boloni Medan, tetap mengatakan hanya mampu membei upah dua bulan gaji kepada Parulian Saragih, sebagai uang pengganti pensiun. Sementara kuasa hukum dari pihak Parulian Saragih tidak menerima karena mereka menagganggap pihak rumah sakit tidak ada beretikad baik dan beralasan rumah sakit tidak ada lagi pasien.” Tukas Jhon.
Andrey Agam, SH menambahkan lagi, bahwa alasan pihak rumah sakit yang mengatakan pasien sepi dan hanya mampu membayar upah 2 bulan gaji, merupakan alasan yang mengada-ngada dan tidak ada dasar hukum yang dapat digunakan untuk alasan tersebut. ” Kalau untuk niat baik, klien kami sudah ada tenggang waktu 3 bulan kepada rumah sakit agar diberikan pesangon yang sudah menajdi haknya, namun kita belum ada melihat etikad baik dari pihak rumah sakit. Untuk diketahui, jumlah pesangon yang harus dibayarkan sesuai masa kerja dan sesuai UU No.13 Tahun 2003 adalah sebesar Rp.74.750 ribu. Kami meminta agar secepatnya pihak rumah sakit membayarkan hak-hak karyawan tersebut. Dan kepada Disnaker kami meminta agar lebih tegas melajukan penekanan kepada pihak rumah sakit yang dianggap sudah melanggar perundang-undangan yang berlaku.” Jelasnya.
Direktur Rumah Sakit Umum Dr.Boloni, dr.M.Irfan yang didampingi KTU, Juwita Simanjuntak menerangkan, bahwa selaku direktur, dirinya masih baru dan tidak begitu memahami permasalahan tersebut, namun tetap akan berkordinasi dengan pemilik yayasan terkait permintaan pesangon dari Parulian Saragih.
” Selaku direktur, saya masih baru dan permasalahan ini sudah ada sebelum saya menjadi direktur di rumah sakit Dr.Boloni. Kami meminta waktu 3 minggu untuk menyelesaikan masalah pesangon karyawan kami tersebut.” Terang Irfan.(red)