Waspadai PKI
Oleh Anton Tabah: Perwira ABRI, Kolumnis
Isu tentang banyaknya orang yang sebenarnya terlibat PKI menduduki berbagai posisi penting strategis secara politis, psikologis maupun ekonomi saat ini belum lagi reda. Antara lain disinyalir ada 50 orang yang menjadi anggota DPR RI yang kemudian memancing reaksi masyarakat dan mereka menuntut pemerintah segera mengambil tindakan tegas. Kini muncul lagi isu baru, bahwa ada organisasi yang ternyata salah satu pengurus intinya terlibat organisasi pendukung PKI. Jika ini benar, tentu ini bukan main-main, mengingat komunisme dalam bentuk dan wujud bapa pun amat membahayakan kelestarian bangsa-bangsa beradab di bumi.
Isu keterlibatan itu sebenarnya sudah lama berkembang. Termasuk isu para bekas PKI — atau setidaknya masuk dalam kategori keterlibatan dan keterpengaruhannya — tidak sedikit yang menduduki jabatan strategis dalam birokrasi pemerintahan, di lembaga-lembaga pendidikan, badan-badan swasta strategis seperti media massa, kolumnis, dan anggota legislatif. Ada prediksi tingkat keterpengaruhan itu mulai menyusup ke beberapa oknum mahasiswa yang tampak berperilaku sama dengan cara-cara kader PKI dulu. Tetapi kita seakan menutup mata dan telinga kemudian menganggap isu tersebut tidak penting dan tak perlu ditanggapi. Hanya orang yang wawasan kebangsaannya rapuh, yang menganggap masalah ini tidak penting.
Terlibat atau terpengaruh
Penindakan secara tegas terhadap orang-orang yang tersangkut PKI oleh pemerintah beberapa waktu yang lalu memang tepat. Kita semua telah menyaksikan, betapa biadabnya PKI dan semua paham komunisme. Kewaspadaan kita secara politis ketika itu dilakukan dengan mengambil langkah-langkah antisipasi. Metoda yang digunakan antara lain dengan membuktikan apakah seseorang termasuk kategori “terlibat” atau “terpengaruh” PKI.
Keterlibatan, artinya, orang tersebut benar-benar terlibat dalam aksi Gerakan PKI yang klimaksnya terjadi G 30 S/PKI. Sedangkan keterpengaruhan” artinya, seseorang boleh saja tidak terlibat langsung dengan G.30.S/PKI, tetapi sikap dan perilakunya secara nyata, lisan maupun tulisannya mengandung anasir cara kerja komunisme.
Belakangan, dalam soal ini pemerintah mulai bersikap lebih lunak. Ini terutama terlihat setelah dibebaskannya tokoh Gestapu paling berpengaruh, Subandrio.
Pembasmian abadi
Seorang ahli politik masalah Asia, Profesor Geoffrey B Hainswort, 12 April yang lalu dalam sebuah artikelnya menegaskan, bahwa komunisme adalah sebuah paham ideologi, karenanya ia tak akan pernah mati. Yang terjadi hanyalah tidur atau mungkin sekarat, tetapi tak akan mati.
Karena itu bangsa-bangsa di dunia harus meningkatkan kewaspadaannya secara sungguh-sungguh. Dikatakannya, bila suatu bangsa telah bertekad membasmi paham komunisme, metoda yang dilakukan adalah pembasmian sepenuh hati dan pembasmian abadi.
Pembasmian sepenuh hati jelas bukan setengah hati. Artinya, pembasmian secara sungguh-sungguh. Profesor Geoffrey mengambil contoh, pembasmian yang setengah hati jika tokoh-tokoh kunci yang terlibat makar seperti Gestapu di Indonesia hanya dihukum seumur hidup. Di Amerika Serikat, hukuman terhadap orang yang terlibat makar, apalagi dia adalah tokoh dari gerakan tersebut, dia bisa diancam hukuman ratusan tahun penjara.
Langkah seperti itu memang sepertinya irasional dan berlebihan. Tapi di dalamnya terkandung pesan moral: seseorang yang dijatuhi hukuman ratusan tahun penjara apabila tiba-tiba meninggal dunia maka secara moral ia masih menanggung hukuman di dunia dari sisa ratusan tahun yang belum dijalani karena terburu kematiannya itu. Jadi hukuman ratusan tahun akan lebih berat dan lebih hebat dampak moralnya ketimbang dihukum seumur hidup.
Pertanyaannya sekarang, apakah hal itu tidak melecehkan hak asasi manusia? Profesor Geoffrey secara diplomatis mengulas, siapa yang melecehkan HAM? Komunislah pelanggar HAM paling nyata di bumi ini dengan sifatnya yang menghalalkan segala cara. Seperti makar, yang akibatnya bukan hanya ribuan dan jutaan jiwa yang tak berdosa terbantai, tetapi juga putera-putera terbaik suatu bangsa ikut dibantai. Belum lagi kerugian moril maupun materiil yang tak terhingga besarnya dan trauma suatu bangsa yang sulit terobati.
Ia mencontohkan, seorang perampok dan pemerkosa yang membantai tujuh orang anggota keluarga korban kemudian dijatuhi hukuman pengadilan Amerika 315 tahun penjara. Lalu adilkah orang yang melakukan makar dan membantai ribuan penduduk dan putera-putera terbaik bangsa hanya dipenjara seumur hidup? Karena itulah, penjatuhan hukuman seberat apa pun bagi orang yang melakukan makar apalagi semacam Gestapu PKI di Indonesia pada dasarnya adalah penegakan HAM itu sendiri. Tak ada alasan kita untuk takut melanggar HAM dalam memperlakukan tokoh-tokoh Gestapu PKI, karena komunis dengan doktrin menghalalkan segala cara itu, adalah pelanggar HAM paling nyata di muka bumi.
Tugas setiap warga
Sedangkan pembasmian abadi, artinya, membasmi paham komunisme harus konsisten, terpadu dan berlanjut terus-menerus tanpa henti dan tanpa lengah sedikit pun. Dalam sebuah artikel berjudul “The Political Economy of Pancasila in Indonesia”, pada majalah Current History yang terbit tahun lalu jelas diulas bahwa ideologi Pancasila bukan hanya efektif dalam menangkal dan membasmi paham komunisme tetapi juga dalam memajukan ekonomi di Indonesia. Dalam artikel itu juga diingatkan agar seluruh bangsa agar meningkatkan kewaspadaannya terhadap berbagai anasir negatif komunisme meskipun banyak terjadi perubahan di Eropa Timur karena semua itu hanyalah proses transformasi dan mereka tetap saja komunis.
Artikel tersebut benar. Terbukti pemilihan umum yang baru saja berlangsung di Rusia, ternyata komunis berhasil memenangkan pemilu tersebut. Benar pula statemen Geoffrey, komunis tak pernah mati, yang terjadi adalah, sedang tidur atau sekarat, bukan kematian.
Masalah itu secara mikro bisa kita tarik ke Indonesia. Meskipun PKI telah dikubur dalam-dalam di bumi Indonesia secara resmi pada tanggal 12 Maret 1966 melalu Tap MPRS, Nomor XXV/MPRS/1966, namun bahaya laten komunisme di Indonesia tetap harus diwaspadai. Tugas ini melekat bagi setiap warga negara Indonesia yang setia pada ideologi Pancasila tanpa kecuali.
Tri Panji komunisme
Kita tahu, situasi politik dunia dewasa ini telah membuat paham komunisme terjepit tak berdaya, tetapi komunisme tak pernah putus asa mencari peluang, menyusup dan memanfaatkan situasi untuk bangkit kembali dalam berbagai bentuk dan metoda seperti metoda yang pernah dilakukan yaitu “Tripanji”. Panji Pembangunan komunisme bebas dari oportunitas dan revisionisme modern, Panji Revolusi Agraria dengan menjadikan isu pertanahan untuk memancing keresahan masyarakat dan Panji Front Persatuan Nasional dengan cara memecah belah, mengadu domba persatuan yang telah dibangun selama ini dengan susah payah.
Dari strategi Tripanji tersebut, berbagai indikasi telah bermunculan akhir-akhir ini. Terbakarnya gedung penyimpanan arsip Gestapu PKI, mencuatnya isu SARA, maraknya issu NII, meningkatnya kerusuhan masal, aksi-aksi perburuhan, dan munculnya beberapa organisasi baru, patut dijadikan setting kajian sekaligus peningkatan kewaspadaan kita terhadap doktrin Tripanji tersebut.
Memahami pola strategi bahaya laten komunis maka mewaspadai PKI tidak hanya terbatas pada gerakan yang mendahului (Prolog) tetapi juga terhadap gerakan-gerakan penyertaan (epilog). Ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dan oleh orang yang sama sekali baru (proses keterpengaruhan), yang ketika Gestapu PKI meletus masih kanak-kanak atau bahkan belum lahir. Berbagai gerakan bawah tanah komunisme ini setidaknya telah berhasil mengaburkan peristiwa Gestapu/PKI yang sebenarnya. Ini terbukti mulai ada beberapa generasi muda (pelajar dan mahasiswa) saat ini yang mempertanyakan apa benar Gestapu PKI itu ada, apa bukan rekayasa politik? Inilah pentingnya pengetahuan tentang Gestapu PKI dan kebiadaban paham komunisme harus terus-menerus diberikan secara konsisten terhadap generasi penerus kita, turun temurun. Ini pula yang diharapkan oleh para pakar politik, yang menyatakan, bahwa membasmi komunisme setidaknya harus dengan dua cara, yaitu pembasmian sepenuh hati dan pembasmian abadi yang dilakukan oleh setiap warga negara tanpa kecuali. Kita tahu, ini bukan pekerjaan mudah.