Perekrutan 2.500 Tenaga Pendamping Desa Ditolak Anggota DPRDSU
MetroRakyat.com I MEDAN — Komisi E DPRD Sumut menolak perekrutan 2.500 orang tenaga pendamping desa yang dilakukan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi RI untuk ditempatkan di Sumut, tanpa mengikut-sertakan Pemprovsu maupun DPRD Sumut. Pasalnya perekrutan itu dilakukan oleh oknum yang mengaku-ngaku orang dekat menteri, sehingga para pelamar mengeluh, karena dikutip Rp10 juta-Rp15 juta/orang.
Sikap penolakan itu dikemukakan anggota Komisi E DPRD Sumut Effendi Panjaitan, SE MSP didampingi Rinawati Sianturi, SH kepada wartawan, Jumat (20/5) di DPRD Sumut seusai menerima pengaduan para sarjana yang melamar sebagai tenaga pendamping desa untuk mengawasi penggunaan dana desa di Sumut sebesar Rp3,2 triliun.
“Seharusnya perekrutan tenaga pendamping professional desa itu melibatkan pemprovsu, kabupaten/kota maupun DPRD agar lebih transparan, karena pihak daerah yang mengetahui kebutuhan daerahnya, bukan pusat. Lagi pula dana perekrutan, pendidikan dan honor untuk tenaga pendamping desa itu digunakan dari dana dekonsentrasi daerah sebesar Rp90 miliar yang bersumber dari APBN,” tegas politisi PDI Perjuangan ini.
Sikap penolakan itu dikemukakan anggota Komisi E DPRD Sumut Effendi Panjaitan, SE MSP didampingi Rinawati Sianturi, SH kepada wartawan, Jumat (20/5) di DPRD Sumut seusai menerima pengaduan para sarjana yang melamar sebagai tenaga pendamping desa untuk mengawasi penggunaan dana desa di Sumut sebesar Rp3,2 triliun.
“Seharusnya perekrutan tenaga pendamping professional desa itu melibatkan pemprovsu, kabupaten/kota maupun DPRD agar lebih transparan, karena pihak daerah yang mengetahui kebutuhan daerahnya, bukan pusat. Lagi pula dana perekrutan, pendidikan dan honor untuk tenaga pendamping desa itu digunakan dari dana dekonsentrasi daerah sebesar Rp90 miliar yang bersumber dari APBN,” tegas politisi PDI Perjuangan ini.
Menurut Effendi, akibat tidak dilibatkannya daerah dalam perekrutan 2.500 lebih tenaga pendamping itu, sejumlah propinsi di Indonesia sudah menyatakan penolakannya kepada Kemendes, PDT dan Transmigrasi RI, seperti Propisni Jateng (Jawa Tengah), Yogyakarta, Jawa Timur, Provinsi Banten, Provinsi Lampung dan lainnya.
“Kini saatnya Sumut juga menolak, karena kita hanya sebagai penonton. Bahkan permintaan Sumut agar memertahankan 600 tenaga PNPM (program nasional pemberdayaan masyarakat pedesaan) yang selama ini sudah paham tentang pelaksanaan dana desa, tidak dikabulkan,” ujar Effendi sembari menambahkan tenaga PNPM ini akan berakhir masa kontraknya pada 31 Mei 2016, tapi Pemprovsu minta diperpanjang tapi tidak dikabulkan.
Berdasarkan informasi yang diterima Komisi E, tegas anggota dewan dapil Medan ini, dari 2.500 lebih tenaga pendamping professional yang akan direkrut Kemendes untuk Sumut ini, 58 diantaranya sebagai TA (tenaga ahli) yang ditempatkan di desa-desa, 449 sebagai PD (pendamping desa), sekira 1.449 orang sebagai PLD (petugas lapangan desa).
Tapi tidak sedikitpun bisa dicampuri Pempropsu maupun kabupaten/kota, seluruhnya ditangani Kemndes melalui orang-orangya di daerah, sehingga para pelamar mengaku resah, apalagi dikenakan kutipan secara ilegal sebesar Rp10 juta-Rp15 juta. Akibat perlakuan para perekrut daerah ini ada sebahagian mengadu ke lembaga legislatif.
“Kita akan telusuri kebenaran pengaduan ini dan Komisi E juga berencana menemui Kemendes, PDT dan Transmigrasi di Jakarta untuk mempertanyakan keabsahan perekrutan di daerah yang dilakukan oleh oknum yang mengaku-ngaku “orang-orang dekat Kemendes” ini. Masalah ini tidak boleh didiamkan, harus segera diputus mata-rantainya, guna menghndari korban berikutnya,” tandas Effendi Panjaitan. (Nelson S/Imron S).
“Kini saatnya Sumut juga menolak, karena kita hanya sebagai penonton. Bahkan permintaan Sumut agar memertahankan 600 tenaga PNPM (program nasional pemberdayaan masyarakat pedesaan) yang selama ini sudah paham tentang pelaksanaan dana desa, tidak dikabulkan,” ujar Effendi sembari menambahkan tenaga PNPM ini akan berakhir masa kontraknya pada 31 Mei 2016, tapi Pemprovsu minta diperpanjang tapi tidak dikabulkan.
Berdasarkan informasi yang diterima Komisi E, tegas anggota dewan dapil Medan ini, dari 2.500 lebih tenaga pendamping professional yang akan direkrut Kemendes untuk Sumut ini, 58 diantaranya sebagai TA (tenaga ahli) yang ditempatkan di desa-desa, 449 sebagai PD (pendamping desa), sekira 1.449 orang sebagai PLD (petugas lapangan desa).
Tapi tidak sedikitpun bisa dicampuri Pempropsu maupun kabupaten/kota, seluruhnya ditangani Kemndes melalui orang-orangya di daerah, sehingga para pelamar mengaku resah, apalagi dikenakan kutipan secara ilegal sebesar Rp10 juta-Rp15 juta. Akibat perlakuan para perekrut daerah ini ada sebahagian mengadu ke lembaga legislatif.
“Kita akan telusuri kebenaran pengaduan ini dan Komisi E juga berencana menemui Kemendes, PDT dan Transmigrasi di Jakarta untuk mempertanyakan keabsahan perekrutan di daerah yang dilakukan oleh oknum yang mengaku-ngaku “orang-orang dekat Kemendes” ini. Masalah ini tidak boleh didiamkan, harus segera diputus mata-rantainya, guna menghndari korban berikutnya,” tandas Effendi Panjaitan. (Nelson S/Imron S).