Hakim Terjerat Kasus Korupsi, Wapres Imbau Masyarakat Jangan Menyuap

MetroRakyat.com I JAKARTA – Penangkapan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, Toton dan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Bengkulu Janner Purba yang diamankan KPK atas dugaan menerima suap membuat Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) prihatin. Kedua hakim itu diduga menerima suao untuk mempengaruhi putusan terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bengkulu yang disidang di Pengadilan Negeri Bengkulu.
JK menyayangkan bahwa korupsi ternyata telah berhasil menjebol benteng hukum, yaitu lembaga peradilan.
Menurut JK, memang harus ada reformasi di lembaga peradilan dan penegak hukum sehingga tidak ada lagi penegak hukum yang terlibat kasus suap atau korupsi. Salah satu caranya adalah dengan memperberat hukuman bagi aparat penegak hukum atau peradilan yang terlibat kasus hukum atau korupsi. Sebagaimana, diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, lanjut JK, reformasi lembaga peradilan tidaklah cukup. Masyarakat juga diminta turut berperan menjaga lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum tetap bersih.
“Efektif ya reformasi di bidang peradilan itu, pengawasannya harus kuat dan lebih baik lagi keterbukaan masyarakat. Yang bikin (penegak hukum terima suap) kan masyarakat juga kan, yang ingin cepat dan dikurangi dia punya hukuman. Jadi, masyarakat harus terbuka juga untuk tidak (memberikan suap),” tegas JK.
Sebelumnya, Ketua KPK, Agus Raharjo mengungkapkan bahwa memang ada yang salah dalam sistem perekrutan, rotasi dan mutasi hakim sehingga menyebabkan praktek suap masih terjadi di lembaga peradilan.
“Kalau dari sisi pendapatan gaji rasanya dengan kemampuan negara hari ini rasanya sudah cukup. Tapi kok mereka (hakim) masih melakukan itu (menerima suap). Itu berarti kan mengenai rekrutmen hakim, mengenai rotasi, mutasi,” kata Agus usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepegawaian di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (26/5).
Kemudian, lanjutnya, harus ada perubahan dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dalam artian, dibuat lebih transparan sehingga tidak ada peluang suatu kasus “dimainkan”.
Oleh karena itu, Agus mengatakan antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus duduk bersama memperbaiki kondisi peradilan di Tanah Air.
“Kalau kita memikirkan ini masalah negara, masalah kita bersama, ya mari kemudian teman-teman DPR ketemu dengan presiden untuk melakukan reformasi secara mendasar di MA karena kejadiannya terlalu banyak. Kalau kejadian seperti itu kan seperti kita bilang itu gunung esnya ya kan? Berarti kan banyak sekali,” ujar Agus.
Seperti diberitakan, KPK telah resmi menahan lima orang terkait dugaan suap kepada hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu. Kelimanya, adalah Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Bengkulu Janner Purba yang ditahan di rumah tahanan (rutan) kelas I Jakarta Timur cabang KPK yang berlokasi di gedung KPK, hakim adhoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton ditahan di rutan Polres Jakarta Pusat.
Kemudian, panitera pengadilan Tipikor Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin ditahan di rutan Cipinang, mantan wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu Edi Santroni ditahan di rutan Polres Jakarta Selatan dan mantan kepala bagian keuangan RSUD Bengkulu Syafri Syafii di rutan Salemba.
Kelimanya ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka. Janner dan Toton disangkakan sebagai penerima suap dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara, Edi dan Safri disangkakan sebagai penerima suap dan dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) atau Pasal 6 ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan, Badarudin disangka Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Peter/Ber1).