KTT G-7 Outreach – Jokowi: Indonesia Siap Jadi Motor Perdamaian dan Kesejahteraan Asia

MetroRakyat.com I JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Indonesia siap menjadi motor perdamaian dan kesejahteraan di Asia. “Indonesia siap menjadi motor terciptanya Asia dan dunia yang damai dan sejahtera,” kata Presiden Jokowi saat menjadi pembicara utama pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-7 Outreach yang digelar di Ise-Shima, Jepang, Jumat (27/5).
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bertindak sebagai moderator pada pertemuan yang dihadiri Presiden AS, Barack Obama, PM Inggris David Cameron, Kanselir Jerman Angela Merkel, PM Kanada Justin Trudeau, Presiden Italia Sergio Mattarela, dan Presiden Prancis Francois Hollande. Kelompok G-7 didirikan pada 1975 dan terdiri atas tujuh negara yaitu, Jepang, Amerika Serikat (AS), Kanada, Prancis, Jerman, Inggris, dan Italia.
Presiden Jokowi mengatakan, konflik di berbagai belahan dunia menyebabkan terjadinya krisis kemanusiaan. Oleh sebab itu, dunia memerlukan arsitektur yang mengedepankan prinsip-prinsip terbuka, transparan, dan inklusif serta menghormati kedaulatan dan integritas negara lain, mengutamakan dialog dalam menyelesaikan masalah, dan menghormati hukum internasional.
”Saat ini, Asia Pasifik adalah wilayah yang tergolong paling aman, dibandingkan kawasan lainnya di dunia ini,” kata Presiden Jokowi.
Dia mengatakan, stabilitas keamanan di Asia Pasifik mendorong hadirnya optimisme bahwa pada kurun waktu 2016-2017, pertumbuhan ekonomi di Asia relatif lebih baik, yakni sekitar 5,3 persen dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya 3,2%.
“Pada tahun 2015, perekonomian Indonesia pada kuartal terakhir tumbuh 5,04 persen,” kata Presiden Jokowi saat menjadi lead speaker pada KTT G-7 Outreach sesi I bertema “Stabilitas dan Kesejahteraan di Asia”.
Di sisi lain, Presiden Jokowi mengingatkan tentang tingginya angka kekerasan, yang berdampak kerugian sangat besar bagi banyak negara di dunia. Dia menyebutkan, pada 2014, kerugian global akibat kekerasan bersenjata mencapai US$ 14,3 triliun atau 13,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.
Saat ini, dunia makin memahami bahwa potensi Asia untuk berkembang masih besar. Berdasarkan proyeksi Asian Century 2050, Asia akan menghasilkan PDB sebesar US$ 174 triliun atau 52 persen PDB dunia.
Sebagai bagian dari Asia, Presiden Jokowi meyakini bahwa Indonesia dapat mengambil bagian dari Asian Century.
Saat ini, lebih dari 50 persen penduduk Indonesia berusia di bawah 29 tahun. Selain itu, negeri berpenduduk 252 juta jiwa ini juga dikaruniai kekayaan dan sumber energi yang cukup.
Di sisi lain, lanjut Presiden Jokowi, perdamaian dan stabilitas keamanan menjadi tugas bersama seluruh bangsa Asia untuk dijaga dan diciptakan secara bersama-sama.
Presiden Jokowi mengatakan sudah waktunya bagi semua negara di dunia untuk mencegah dan menyelesaikan konflik. Negara-negara Asia dengan penuh kesadaran tinggi wajib menciptakan perdamaian dan stabilitas keamanan.
“Ini demi kesejahteraan Asia,” katanya.
Dalam pandangan Presiden Jokowi, segala bentuk kerawanan keamanan serta pertikaian yang berpotensi memicu konflik bersenjata di Asia, seperti yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan dan Semenanjung Korea harus dikelola secara baik.
Presiden Jokowi juga menekankan tentang pentingnya penyelesaian secara damai harus selalu menjadi pilihan utama. “Sudah waktunya penyelesaian militer atau penggunaan kekerasan dihentikan, karena justru akan menumbuhkan kekerasan lainnya, seperti ekstremis dan bahkan krisis kemanusiaan,” ucap presiden.
Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi mengatakan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar Asia Tenggara tidak menginginkan Asia menjadi kawasan yang penuh konflik dan menjadi ajang power projection negara-negara besar.
“Indonesia juga ingin menekankan bahwa semua negara, saya ulangi, semua negara tanpa terkecuali, harus menghormati hukum internasional”, tegas Presiden Jokowi.
Tanpa penghormatan terhadap hukum internasional, presiden berpendapat perdamaian dan stabilitas tidak akan dapat tercipta.
Dunia sudah tidak berjalan secara bipolar dan sudah muncul banyak negara (emerging countries) yang memiliki potensi dan telah terbukti mampu berkontribusi banyak terhadap dunia.
“Dunia harus ditata dengan melibatkan emerging countries,” tegasnya. (Imron/Ber1).