Puluhan Kader GMKI Pematangsiantar-Simalungun Gelar Aksi Doa bagi Bangsa Indonesia, Perdamaian bagi PAPUA

Puluhan Kader GMKI Pematangsiantar-Simalungun Gelar Aksi Doa bagi Bangsa Indonesia, Perdamaian bagi PAPUA
Bagikan

METRORAKYAT.COM, PEMATANG SIANTAR – SIMALUNGUN – Sehubungan dengan Insiden yang terjadi di Wamena dan Jayapura yang menelan korban jiwa, merupakan sebuah penindasan dan pelanggaran HAM bagi masyarakat Papua.

Melihat ini kondisi ini, (Kamis, 26/9/2019) puluhan kader Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Pematangsiantar-Simalungun menggelar aksi doa berantai (secara bergantian) demi terwujudnya kedamaian bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi masyarakat Papua.

“Kita sangat sayangkan tindakan pelanggaran HAM yang menimpah masyarakat di Wamena dan Jayapura, oleh karena itu sebagai bentuk solidaritas kita selaku saudara se-bangsa dan se-tanah air maka kami GMKI Pematangsiantar-Simalungun berdoa bersama dengan harapan Tuhan sang empunya kehidupan memberikan kedamaian bagi bangsa kita, bangsa Indonesia khususnya bagi masyarakat Papua,” ungkap Ketua GMKI Pematangsiantar-Simalungun, May Luther Dewanto Sinaga.

Rangkaian kegiatannya adalah bernyanyi (lagu kebangsaan, lagu persatuan, dan lagu perjuangan), puisi, orasi, pernyataan sikap, dan doa bersama (berantai atau secara berganti-gantian).

Kader GMKI Pematangsiantar-Simalungun juga menghidupkan lilin sebagai gambaran “terang”. Dengan harapan masyarakat Papua, khususnya masyarakat Wamena dan Jayapura yang mengalami penindasan dan menerima pelanggaran HAM benar-benar merasakan terang (kemerdekaan sesungguhnya).

Kegiatan ini juga ingin memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang masih menjunjung tinggi persatuan antar masyarakatnya. Seperti yang di katakan May Luther Dewanto Sinaga selaku ketua GMKI Pematangsiantar-Simalungun, bahwa bangsa Indonesia akan menjadi besar bila mengutamakan persatuan, seperti makna Bhineka Tunggal Ika yang berarti meskipun berbeda-beda, kita tetap satu juga. Oleh karena itu, bila masyarakat Papua ditindas, maka kami pun turut merasakan penindasan tersebut. Terakhir yang mau disampaikan, kiranya keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia benar-benar mampu di implementasikan dan diterapkan dengan baik, karena kami adalah Papua, dan Papua adalah kami.

Adapun poin-poin pernyataan sikap yang disamapaikan, diantaranya :

  1. Turut berduka cita sedalam-dalamnya atas korban meninggal akibat insiden kemanusiaan yang terjadi di Wamena dan Jayapura.
  2. Mengecam keras tindakan represif aparat negara yang mengakibatkan jatuhnya korban meninggal dunia di Wamena dan Jayapura.
  3. Mendesak Presiden mencopot Menkopolhukam Wiranto, Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang dianggap lalai menangani Keamanan di Papua.
  4. Mendesak Presiden RI Ir. H. Joko Widodo sebagai Panglima Tertinggi dan berkuasa penuh atas TNI agar segera menarik pasukan TNI dari tanah Papua dan meminta kapolda untuk mencabut maklumat kapolda yang tidak menghirmati konstitusi.
  5. Mendesak Presiden RI Ir. H. Joko Widodo untuk melakukan pendekatan keamanan di Papua bukan dengan skenario milisi dan paramiliter nusantara yang merajalela di tanah papua dan juga cara militeristik, tapi dengan cara humanis atau manusiawi, cara kultural dan cara keagamaan dengan melibatkan tokoh agama, dan tokoh-tokoh adat/marga-marga di 7 wilayah adat Papua yang memahami betul persoalan Papua, jangan melibatkan mereka yang tidak memahami akar masalah di Papua.
  6. Mendesak Presiden RI Ir. H. Joko Widodo membebaskan semua tahanan aktivis mahasiswa Papua dan tokoh-tokoh masyarakat Papua yang ditahan oleh TNI dan POLRI yang protes akibat aksi rasisme dan persekusi orang Papua.
  7. Mendesak Presiden RI Ir. H. Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Kepala BIN Budi Gunawan karena dianggap lalai menjalankan tugas dalam mengumpulkan informasi faktual untuk deteksi dan peringatan dini dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
  8. Mengecam keras tindakan Menkominfo RI Rudiantara yang kembali memutuskan jaringan internet di Papua. Negara demokrasi harus bebas dari tindakan-tindakan otoritarian dan upaya menutup informasi publik, karena tindakan demikian juga merupakan pelanggaran HAM berat dan melanggar UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). (MR/rl)

Redaksi Metro Rakyat

PT. Metro Rakyat Kreasi - Situs Berita Portal online - Berita Mendidik, Aktual & Inovatif.