Freddy Budiman Bawa Surat Pertaubatan agar Hukuman Matinya Dianulir

MetroRakyat.com I CILACAP – Gembong narkoba yang dijatuhi hukuman mati, Freddy Budiman, berubah 180 derajat ketika menghadiri sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (25/5/2016).
Freddy mengenakan baju gamis warna putih, bercelana cingkrang, berpeci haji warna hitam, dan ada dua titik hitam di jidatnya.
Dalam persidangan itu Freddy Budiman dan penasihat hukumnya mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk menganulir hukuman mati.
Tidak ada bukti baru (novum) yang diajukan. Hanya argumentasi yang menyebut terpidana lain tidak dijatuhi hukuman mati.
Dikawal ketat petugas polisi, Freddy tampak mengenakan borgol ketika turun dari mobil yang membawanya dari Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih di Nusakambangan.
Di dalam ruang sidang, Freddy bahkan memperlihatkan surat yang berisi pertaubatan.
Freddy mengaku dua lembar surat pertaubatan tersebut ditulisnya sendiri saat berada di dalam penjara.
Surat pertaubatan ini dibacakan Freddy usai pembacaan permohonan PK yang disusun penasihat hukum.
“Saya serahkan semua pada Allah. Yang penting saya sudah betul-betul berhenti dari narkoba. Insyaallah selamanya,” kata Freddy ketika ditemui seusai persidangan.
Penasihat hukum Untung Sumaryo dan Bonni Alim dalam permohonan PK menyatakan tidak ada agenda pengajuan saksi-saksi.
Penasihat hukum hanya mengungkapkan Freddy mempunyai peran yang sama dengan para saksi (Supriyadi, Abdul Sukur, Candraa Halim atau Wong Cen Kui).
Namun vonis yang diterima berbeda secara signifikan. “Supriyadi hanya divonis 7 tahun penjara, sedangkan Freddy Budiman dihukum mati. Perbedaan hukuman seperti langit dan bumi. Padahal mereka memiliki peran yang sama,” kata Untung kemarin.
Selain itu, menurut penasihat hukum, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memberikan putusan yang keliru.
Dalam putusan tersebut, Freddy dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba.
Pada saat kejadian Freddy Budiman masih berada di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta. Dia hanya mengendalikan peredaran narkoba tersebut melalui ponsel. Selain itu juga, barang tersebut belum sempat diedarkan atau dijual.
“Niat batin terdakwa hanya untuk memasukkan narkoba dari China melalui Pelabuhan Tanjung Priuk, dan mengeluarkannya. Ekstasi tersebut juga bukan milik terdakwa, tetapi Wong Cen Sui. Kalau lolos dari pemeriksaan akan mendapat keuntungan 10 persen,” katanya.
Jaksa Menolak
Saat dilakukan penggeledahan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, tidak ditemukan barang bukti. Hanya ada ponsel dan kartu SIM handphone.
“Freddy tidak melakukan perbuatan turut serta dalam permufakatan jahat, sehingga Kami meminta kepada majelis hakim untuk memberikan keputusan seadil-adilnya dan membatalkan keputusan majelis hakim dalam vonis sebelumnya (hukuman mati) dan memberikan hukuman seumur hidup atau maksimal 15 tahun,” katanya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anton Suhartono, Amril Abdi, dan M Farudi Arbi menyatakan menolak PK yang diajukan Freddy Budiman.
“Kami menolak peninjauan kembali yang diajukan oleh Freddy Budiman,” ujar jaksa.
Sidang itu berakhir sekitar pukul 11.45 WIB. Seusai persidangan, Freddy mengatakan menyerahkan semuanya kepada mejelis hakim, dan berharap memberikan keputusan sesuai perundangan berlaku. (satelitpos/ale)