Pengamat Politik, Sutrisno Pangaribuan: Bobby Mengaku Tidak Kenal Tersangka KIR, Padahal Off Road Bareng

METRORAKYAT. COM, MEDAN – Pengamat Politik Sutrisno Pangaribuan menyebutkan keterangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa kontraktor inisial KIR Dirut PT DNG yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek jalan yang menjerat Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP) ikut saat Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution (BN) meninjau jalan rusak di Tapsel- Paluta.
Bahkan mobil tersangka KIR berada tepat di depan mobil BN saat meninjau jalan rusak. Namun BN mengaku tidak tahu bahwa KIR adalah direktur PT DNG, calon pemenang yang akan mengerjakan jalan yang sedang ditinjau dan dilalui tersebut.
Sutrisno Pangaribuan menyebut pernyataan BN yang menyangkal “tidak kenal” dengan tersangka KIR diduga sebagai upaya “cuci tangan”. BN diduga berupaya membangun narasi, menggiring opini publik bahwa tindakan tersangka TOP adalah inisiatif dan kreativitas sendiri.
“Meski pernyataan tersebut tidak masuk akal, sebab BN satu- satunya gubernur di Indonesia yang setiap saat dikawal Paspampres. Semua orang yang berada di sekitar BN harus mendapat izin dan akses dari Paspampres, ” ungkap nya, Kamis (3/7).
Menurut Sutrisno Pangaribuan, BN diketahui selama ini mendapat pengamanan sebagai menantu mantan presiden meliputi pengamanan pribadi, pengamanan kegiatan, dan pengawalan. Maka tidak ada orang yang ikut dalam iring- iringan kendaraan menantu mantan presiden yang tidak dikenal dan pasti melalui proses “screening” oleh Paspampres.
Maka sambung Sutrisno, tidak masuk akal jika BN mengklaim tidak kenal tersangka KIR.
Mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara ini ingin memastikan penanganan kasus ini berjalan dengan transparan, bebas dari intervensi hukum dan politik, maka ia pun bersama warga Sumatera Utara, menyampaikan sikap:
1. Bahwa KPK harus bergerak cepat dalam menangani kasus ini agar para pihak yang diduga sebagai sutradara, aktor intelektual, yang mengatur
aliran dana suap dari seluruh proyek infrastruktur yang diduga terjadi sejak TOP Kadis PUPR di Pemko Medan hingga menjadi Kadis PUPR Pemprov Sumut tidak cuci tangan, menghilangkan barang bukti, dan kabur.
2. Bahwa semua proyek infrastruktur yang telah, sedang, dan akan dikerjakan melalui dinas PUPR Pemko Medan dan Pemprov Sumut, saat dipimpin TOP harus diperiksa oleh KPK. Penentuan pemenang penyedia jasa konsultan dan konstruksi pada semua proyek patut diduga terjadi pemberian hadiah atau janji dari pemenang yang dihimpun kepada TOP.
3. Bahwa KPK tidak dibenarkan memilah dan memilih pihak- pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Salah seorang dari 6 orang yang terkena OTT, hanya dijadikan saksi menjadi citra buruk dari KPK. Oknum yang diduga mantan Kapolres tersebut diduga terlibat dalam pengaturan dan pengamanan transaksi suap. KPK diminta segera menyampaikan identitas dan perannya saat OTT, sehingga hanya dijadikan saksi oleh KPK.
4. Bahwa kasus ini akan menjadi ujian bagi KPK yang kini rentan dengan intervensi hukum dan politik dari penguasa. Jika kasus ini berhenti pada TOP, menjadikan TOP sebagai sutradara dan aktor intelektual kasus tersebut, maka KPK tidak lagi layak dipertahankan sebagai lembaga ad hoc dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
5. Bahwa TOP percaya diri, berani, sakti, arogan, dan besar kepala, diduga karena mendapat jaminan proteksi dari seseorang yang memiliki kuasa dan akses kepada kekuasaan. TOP sebagaimana ASN, pun alumni STPDN lainnya sama sekali tidak memiliki kecakapan ( prestasi ) khusus. Kesetiaan dan kepatuhannya kepada pimpinannyalah yang membuat TOP berada di jalan menuju puncak karier ASN. Maka KPK harus serius mengejar “majikan” TOP yang memberinya berbagai kemudahan.
6. Bahwa proyek perbaikan jalan dan jembatan di sejumlah ruas jalan provinsi yang bersumber dari APBD diduga tidak tercantum dalam KUA/PPAS, APBD, dan Pergub Penjabaran APBD TA. 2025 yang dibahas Pj. Gubernur Ahmad Fatoni dan DPRD Sumut tahun 2024. Maka proyek tersebut tidak memiliki dasar hukum untuk dilelang maupun dikerjakan.
7. Bahwa Komisi D DPRD Sumut harus dipanggil oleh KPK terkait perencanaan bersama program dan kegiatan di Dinas PUPR Pemprov Sumut. KPK harus mendalami apakah proyek perbaikan jalan dan jembatan di ruas jalan provinsi pernah dibahas di Komisi D DPRD Sumut. KPK juga perlu memeriksa DPRD. (MR/SP)