Terdakwa Kasus An-Nahla Terbukti bersalah, TPKS Apresiasi Penegakan Hukum

Terdakwa Kasus An-Nahla Terbukti bersalah, TPKS Apresiasi Penegakan Hukum
Bagikan

METRORAKYAT.COM, LHOKSEUMAWE – Majelis hakim Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe vonis bersalah terdakwa AI (45 tahun) vonis 190 bulan penjara, dipotong masa tahanan yang telah dijalani serta membayar restitusi emas kepada korban sebesar 30 gram untuk masing-masing korban. Sedangkan terdakwa MY (26 tahun), hakim memutuskan hukuman 160 bulan penjara dan membayar restitusi emas kepada satu korban sebesar 15 gram, dengan dipotong masa tahanan yang telah dijalani, Mereka terbukti bersalah atas perkara pencabulan sejumlah santri pondok/Dayah An-Nahla kota lhokseumawe, Kamis (30/01/2020).

Amar putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Azmir SH disebutkan, kedua terdakwa terbukti, bersalah dan sepakat dengan tuntutan JPU bahwa Ali Imran melanggar Pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Kemudian  Miyardi  melanggar Pasal 50 jo Pasal 48 jo Pasal 1 angka 30 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat.

Sementara itu, Tim Penanganan Kasus Santri An-Nahla (TPKS) mengapresiasi atas putusan itu, mereka menilai hasil persidangan itu merupakan wujud penegakan hukum kasus kekerasan seksual kepada anak.

“Kami sangat apresiasi terhadap penegakan hukum dalam menangani kasus An-Nahla ini,”kata Ridha Nurdin, SH mewakili TPKS

Dalam proses penanganan hukum, tim yang terdiri dari P2TP2A Putroe Nahrisyah. Peksos dan P2TP2A Rumoh Putroe Aceh serta koordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK ACEH, dengan dukungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh (DP3A) dan kawan-kawan jaringan Lhokseumawe dan Aceh Utara yang selalu melakukan upaya pemantauan proses hukum.

Proses hukum ini telah dilakukan mulai dari proses penyidikan pada tingkat kepolisian hingga proses persidangan di Mahkamah Syari’ah Lhokseumawe.

Menurut Pendapat Pengacara Korban, Rida Nurdin, S.H, putusan ini sudah sesuai dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan harapan dari keluarga korban. Harapannya, proses hukum ini dapat menjadi contoh di lingkungan sekolah agama dan umumnya serta masyarakat.

” Saat ini, tim penanganan kasus terus melakukan upaya pemantauan dan pemulihan psikologis terhadap para korban dan keluarga dengan melibatkan tim psikologi P2TP2A yaitu psikolog klinis dan konselor,” tandas Ridha Nurdin.

Hasil dari putusan tersebut, kedua terdakwa menyampaikan akan mengajukan banding melalui penasehat hukumnya. (MR/AR)

Redaksi Metro Rakyat

PT. Metro Rakyat Kreasi - Situs Berita Portal online - Berita Mendidik, Aktual & Inovatif.