Ratusan Masyarakat Batak di Areal Kawasan Danau Toba Unjuk Rasa ke Kantor DPRD Provinsi Sumut, Tuntut PT. TPL di Tutup

Ratusan Masyarakat Batak di Areal Kawasan Danau Toba Unjuk Rasa ke Kantor DPRD Provinsi Sumut, Tuntut PT. TPL di Tutup
Bagikan

METRORAKYAT.COM, MEDAN – Ratusan perwakilan warga masyarakat Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir dan Kabupaten Tapanuli Utara yang berada di wilayah hutan lahan produksi PT. Toba Pulb Lestari (TPL) melakukan aksi protes di depan kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol kota Medan, menuntut ditutupnya perusahaan bubur kayu milik perusahaan TPL. Kamis (19/4).

Kedatangan seratusan warga dari Kabupaten Toba, Samosir dan Taput ini ingin menyampaikan aspirasi mereka terkait operasional PT. TPL yang telah melakukan perambahan hutan puluhan tahun di wilayah Kawasan Danau Toba yang telah menyebabkan longsor, banjir dan kerusakan hutan sehingga mengancam keberadaan warga masyarakat sekitar dan juga masyarakat adat di provinsi Sumatera Utara.

Abggiat Sinaga Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL pada orasinya didepan puluhan aparat kepolisian mengatakan kehadiran mereka untuk bertemu pimpinan DPRD Provsu atau anggota DPRD yang membidangi agar aspirasi mereka warga yang selama ini terdampak aktivitas PT. TPL dapat diterima.

“Kami jauh jauh datang dari Toba hanya untuk mengadukan nasib kami yang selama ini tertindas dan ter intimidasi ternasuk salah satu teman kami amang Sormatua. Kami ingin dia dibebaskan dan bukan penangguhan penahan oleh pihak kepolisian, ” teriaknya dari balik mikrofon nya.

Dijelaskan lagi, saat ini sangat banyak pohon pohon ekaliptus ditanam oleh PT TPL yang sangat berdampak terhadap ekosistem di wilayah tanah Batak.

“Kami sering di intimidasi oleh aparat kepolisian yang diduga disuruh oleh PT. TPL padahal kami bekerja di lahan milik orang tua atau keluarga kami sejak dulu. Bapak DPRD kami sudah datang di sini. Kami hanya ingin menemui bapak. Kami masyarakat adat menuntut keadilan, tanah kami diambil oleh PT. TPL. Tanah kami yang merupakan tanah adat diambil perusahaan TPL. Tutup TPL.. Tutup TPL…, “teriak seorang perwakilan pendemo.

Kabag Humas DPRD Sumut, Ahmad Sofyan yang menemui masyarakat pendemo korban PT. TPL disuruh balik dan para pendemo menolak untuk bertemu mewakili para pendemo. Warga pendemo minta agar yang menemui mereka langsung Pimpinan DPRD Provsu atau anggota DPRD Sumut yang membidangi.

Disebut para pendemo lagi, kehadiran PT. TPL selama 30 tahun di tanah Batak telah merampas hak masyarakat adat, menghancurkan sumber sumber hidup masyarakat adat dan hutan hutan diganti menjadi tanaman eukaliptus yang tidak ada manfaatnya bagi warga masyarakat.

“Setelah tanah adat dirampas, hutan hutan ditebangi dan sumber air bersih terpengaruh. Dan bencana alam menghantui. PT. TPL telah menjadi ketidakadilan bagi masyarakat adat, menyisakan luka yang menyakitkan terhadap identitas dan budaya lokal, ” teriak pimpinan aksi.

Bahkan, sambung para pendemo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar pada tahun 2021 di Parapat saat bertemu dengan masyarakat adat telah mengeluarkan rekomendasi penyelesaian konflik masyarakat adat dengan PT. Toba Pulp Lestari. Namun sampai saat ini tidak ada tindakan serius dari pemerintah dalam mengakui dan melindungi masyarakat adat.
“Sebagai reaksi terhadap situasi ini, kami menyuarakan keprihatinan dan kepedulian yang mendalam atas kesulitan yang dialami oleh masyarakat adat., ” ujar nya.

Wakil rakyat DPRD Sumut temui langsung pendemo

Wakil rakyat DPRD Sumut, Irwan Simamora dari partai Hanura dan Yahdi Khoir dari partai PAN kepada para pendemo mendengarkan aspirasi masyarakat pendemo di kawasan danau toba tersebut. Mereka akan membawa persoalan tersebut ke pimpinan dan rapat DPRD sebagai hal yang penting.

“Karena menyangkut harkat masyarakat ini akan kami bawa ke dalam rapat agar dijadikan prioritas, ” kata Irwan Simamora.

Undang undang mengenai hak perlindungan masyarakat adat masih rancangan undang-undang dan sudah masuk Prolegnas. “Kami DPRD Sumut akan mendesak Pansus terkiat Undang Undang ini agar ada payung hukum nya. Kesewenang-wenangan yang terjadi karena belum ada payung hukumnya. Sebenarnya DPRD Sumut sudah berinisiatif membuat UU hak masyarakat adat ada di Propemperda tahun 2022. Sudah kami bahas, kebetulan saya salah satu anggota yang ikut membahas. Namun karena UU nya belum selesai, maka pembahasan tentang perlindungan hak masyarakat adat masih proses di pusat, “ujar politisi dari PAN ini.

Di lanjut lagi mereka komisi B akan lanjutkan rancangan UU tersebut di DPRD Provinsi Sumut. “Oleh karena itu, mari kita bersabar karena ini dasar dari segalanya. Hak perlindungan masyarakat adat akan terlindungi jika Undang Undangnya telah ada.

Dia juga berjanji masalah hukum yang dialami oleh warga bernama Sarmotua Sialagan akan menjadi atensi DPRD Sumut yang akan berkonsultasi dengan pihak aparat kepolisian.

“Terkait perusahaan PT. TPL, kami tegaskan jangan ada pengingkaran terhadap masyarakat. Kepada Gubsu, dan Pemerintah pusat terkait masyarakat hukum adat akan menjadi prioritas kami. Kami akan tetap berada di tengah tengah masyarakat, “tegas Yahdi Khoir disambut sorak riang para pendemo. (MR/Irwan)

Metro Rakyat News