Milyaran Anggaran Kegiatan Layanan Hubungan Media Diskominfo Tubaba diduga Sarat Masalah

Milyaran Anggaran Kegiatan Layanan Hubungan Media Diskominfo Tubaba diduga Sarat Masalah
Bagikan

METRORAKYAT.COM, TUBABA – Anggaran sekitar Rp.8,6 Milyaran kegiatan belanja kegiatan hubungan Media Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) Tahun Anggaran (TA) 2021 diduga kuat sarat masalah.

Pasalnya, dalam penetapan besaran pagu untuk untuk Media online, cetak dan elektronik untuk satu tahun anggaran serta penetapan harga satuan ADV di media diduga tidak memiliki regulasi atau payung hukum. Dalam proses tahapan pelaksanaan kegiatan belanja publikasi dinilai banyak kejanggalan, dari surat perjanjian kerjasama sampai surat pemberian Surat Perintah Kerja (SPK) atau surat order ADV, berita acara penyerahan barang, diduga kuat dibuat dan ditandatangani dalam waktu yang bersamaan pada saat proses penandatanganan BKP dilakukan oleh media.

Dalam proses tahapan pelaksanaan belanja kegiatan hubungan Media di Dinas Kominfo Tubaba 2021, banyak sekali kejanggalan yang terlihat dalam tahapan proses pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan, dalam proses penandatangan Surat perjanjian kerjasama dilakukan sekitar bulan April-Mei 2021 berbarengan dengan pemberian SPK serta dan penandatangan berkas proses pencairan lainya, walupun berkas tersebut satu dan lainya berbeda tanggal dan bulanya, ujar Remi salah satu Biro Media Online di Kabupaten setempat.

Menurutnya, Surat order ADV atau SPK diberitahukan oleh DisKominfo kepada media saat akan pencairan atau setelah media tersebut menerbitkan ADV, bukan sebelum ADV itu terbit, begitu juga dengan penandatanganan perjanjian kerjasama dilakukan saat proses pencairan di media dilakukan. Untuk besaran harga satuan serta jumlah ADV yang diorder untuk media telah ditetapkan didalam SPK masing-masing media, sehingga ADV yang telah diterbitkan oleh media tidak dibayarkan oleh Kominfo karena jumlahnya melebihi Surat order atau SPK.

“SPK itu diberitahu Kominfo ke Kami setelah ADV terbit tepatnya pada bulan Mei saat proses pencairan dilakukan, bukan sebelum ADV kami terbit atau pada bulan Januari. Kalau harga satuan ADV media online dihargai Rp 2 juta, dengan jumlah ADV yang diorder sebanyak tiga (3) ADV saja, sedangkan ADV yang telah dicetak media Saya pada saat itu jumlahnya kira-kira ada 10 – 15 ADV. Kalau pihak Kominfo memberitahukan surat order atau SPK kami pada awal bulan Januari pasti kami gak mungkin mencetak ADV lebih dari yang diorder Dinas” keluhnya.

Senada di sampaikan Merizal. Penandatanganan SPK dilakukan dengan dalam tahun anggaran berjalan pada saat akan melakukan pencairan. Akan tetapi penanda tanganan SPK sebagaimana dimaksud diduga merupakan formalitas di karenakan penandatanganan SPK dilakukan pada saat akan melakukan pencairan.

“Pada saat penandatangan SPK itu kalau tidak salah Sekitar bulan Juni, kebetulan saat itu katanya sih itu pencairan tahap kedua” kata merizal.

Keanehan terlihat pada tanggal dan bulan yang ada dalam SPK berbeda jauh dengan waktu SPK itu ditandatangani, dalam SPK bulan ditulis pada bulan Januari 2021 sedangkan tandatangani dan diberitahu pada bulan Mei 2021, sedangkan ADV kami terbit pada bulan Januari – April 2021. Sedangkan Kominfo hanya membayar sesuai jumlah dan harga satuan yang ada dalam SPK. Jadi kelebihan ADV yang telah diterbitkan tersebut Kominfo tidak akan membayarnya walupun sebelum menerbitkan ADV telah izin terlebih dahulu kepada Kabid, Ujar Media yang juga Biro disalah satu Media online.

“Kalau SPK ditandatangani dan diberitahu kepada Kami pada bulan Januari atau sebelum ADV itu terbit, Kami ikhlas kalau tidak dibayarkan, karena kesalahan ada pada kami yang tidak mengikuti SPK tersebut. Sedangkan kami dituntut oleh Perusahan untuk membayar ADV yang telah diterbitkan” tuturnya.

Proses penggunaan surat order ADV atau SPK baru dilakukan pada tahun ini jadikan kami tidak tahu. Kalaupun pakai SPK seharusnya SPK ditandatangani sebelum pekerjaan tersebut dilaksanakan, bukan setelah pekerjaan selesai.

“Tanggal dan bulan yang tercantum pada SPK tersebut dibuat mundur, karena tanggal dan bulan penandatangan SPK dilakukan jauh berbeda, apakah SPK dan berkas yang disajikan dalam proses kegiatan publikasi ini hanya formalitas saja, sehingga tanggal yang tertera dalam berkas tidak sesuai dengan waktu pelaksanaan penandatangan”urainya.

Hal serupa juga di sampaikan merizal, menurutnya belanja layanan Kerjasama tersebut sangatlah Janggal, dikarenakan pencairan sebagaimana dimaksud di tetapkan dengan beberapa tahapan sehingga memperkuat dugaan adanya permainan.

” Nah disini kita merasa kebingungan, dalam penanda tanganan itu, ada yang penandatanganan pada bulan April, ada pula yang di tandatangani pada bulan Juli, Kebetulan kami kena pencairan tahap 2 dan penandatanganan SPK nya bulan Juli pas sudah mau pencairan, berbeda sama tahun tahun kemarin, baru tahun ini juga yang membingungkan,” kata dia.

Hal tersebut di benarkan oleh Beberapa Kabiro Media lainya. Menurut mereka, penandatanganan SPK seiring dengan adanya Pencairan.

” Awal penanda tanganan Antara bulan 3 bulan 4, itu untuk pencairan yang pertama, yang kedua dan ketiga lupa saya tanggal berapa, Kalau yang ketiga bulan 10 karena tiga kali pencairan, dan setiap penandatanganan SPK kita di minta bawa materai, “Kata dia.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) disalah satu Dinas di Kabupaten Tubaba yang enggan disebutkan namanya mengatakan, yang namanya SPK itu ditanda tangani dan diserahkan kepada pihak Ketiga atau Pelaksana sebelum pekerjaan tersebut dilaksanakan, karena SPK merupakan dasar bagi pihak ketiga memulai pelaksanaan pekerjaan nya.

“Kalau SPK ditandatangani setelah pekerjaan selesai dikerjakan kan itu aneh, yang menjadi dasar pihak ketiga melaksanakan pekerjaan nya itu apa, yang pasti itu sudah menyalahi aturan dan prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah, tegasnya.

Hal itu semakin di perkuat dengan tanggapan dari. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Tiyuh (DPMT) sekaligus mantan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten setempat. Melalui WhatsApp. Sopian Nur. menegaskan bahwa dalam peraturan pengadaan barang dan jasa menyebutkan surat perintah kerja merupakan dasar pelaksanaan pekerjaan.

“Ya kalau aturan pengadaan barang dan jasa, tentu Surat Perintah Kerja yg lebih dulu sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan,.atau surat pesanan untuk pengadaan langsung” Balas Dia.

Menurut, Sopian Nur. Pelaksanaan kegiatan tersebut tidaklah jelas di karenakan SPK merupakan dokumen untuk melakukan pekerjaan.

“Ya, atas dasar apa pekerjaan itu dilaksanakan, Surat Perintah Kerja atau yang biasa disebut SPK merupakan sebuah dokumen yang digunakan untuk memberi perintah pada pihak tertentu untuk melakukan sebuah pekerjaan tertentu” Ulasnya.

Sementara, Dyah Saptaning Rahayu.S.sos. Kepala Seksi Hubungan Media & Lembaga Informasi. Rabu (3/11/2021) Diruang Kerjanya mengatakan bahwa, Kerjasama Satu Pintu Diskominfo Tubaba Merupakan Kerjasama Satu Tahun Anggaran.

“Kalau untuk kerjasamanya ya satu tahun anggaran, kalau untuk nilainya saya tidak tahu, karena saya tidak menentukan” kata dia.

Ketika dimintai keterangan terkait mekanisme pelaksanan kegiatan tersebut Dyah Saptaning Rahayu mengaku bahwa kurang begitu memahami adanya SPK maupun Surat Pesanan.

” Kalau saya tidak pernah mengeluarkan Surat Perintah Kerja, Saya hanya membuat Surat Perjanjian Kerjasama, Saya tidak pernah mengeluarkan Surat Pesanan (Orderan). Ranah saya cuma sampai pemberkasan, kalau mau tahu informasi selanjutnya langsung sama yang lebih memahami” Beber Dyah.

Eri Budi Santoso Kepala Dinas Kominfo Tubaba Belum Berhasil dimintai keterangan, dikonfirmasi Melalui Wathsaap Belum ada balasan.(Remi/Tim).

Redaksi Metro Rakyat

PT. Metro Rakyat Kreasi - Situs Berita Portal online - Berita Mendidik, Aktual & Inovatif.